Setiap kegiatan pasti mengandung resiko, salah satu diantaranya
berkaitan dengan K3. Resika K3 biasanya dikaitkan dengan bahaya yang dapat
menimbulkan cedera pada manusia, kerusakan material, pencemaran lingkungan dan
lainnya. Sasaran program K3 adalah untuk mencegah semua kejadian yang tidak
diinginkan tersebut. Salah satu diantaranya adalah penerapan SMK3 yang baik.
Di lingkungan Migas Indonesia, setiap kontraktor KKS umumnya telah
mengembangkan SMK3 masing-masing yang di pengaruhi oleh latar belakang
perusahaan, sifat operasi dan manajemen. Berdasarkan hasil survey yang di
lakukan FKM UI, terlihat adanya variasi dalam penerapan SMK3, ada perusahaan
yang sudah sangat maju, namun ada juga yang masuh dalam taraf pengembangan.
Pada dasarnya penerapan SMK3 atau OHSMS (Occupational Health and
Safety Management System) di dalam perusahaan dapat di kategorikan sebagai
berikut:
1.
Virtual OHSMS. Artinya
perusahaan telah memiliki elemen OHSMS dan melakukan langkah pencegahan yang
baik, namun mereka tidak memiliki sistem yang mencerminkan bagaimana langkah
pengamanan dan pengendalian tersebut dijalankan.
2.
Misguided OHSMS. Artinya
perusahaan telah memiliki elemen SMK3 yang baik, tetapi salah sasaran dalam
mengembangkan langkah pencegahan dan pengamannya. Akibatnya potensi bahaya yang
bersifat kritis bagi perusahaan terlewatkan.
3.
Random OHSMS. Artinya
perusahaan yang telah menjalankan program pengendalian dan pencegahan yang
tepat sesuai dengan realita yang dalam perusahaan, namun tidak memiliki elemen
manajemen K3 yang dapat diperlukan untuk memastikan bahwa proses pencegahan dan
pengendalian tersebut berjalan dengan baik.
4.
Comprehensive OHSMS. Artinya
perusahaan yang menerapkan OHSMS mengikuti proses seperti di atas. Elemen
dikembangkan berdasarkan hasil indentifikasi risiko, dilanjutkan dengan
menetapkan langkah pencegahan dan pengaman, serta melakukan proses manajemen
untuk menjamin penerapannya secara baik.
1.2 Struktur dan Poses
SMK3
Secara garis besar sistem manajemen K3 terdiri dari 2 unsur utama
yaitu, Proses manajemen dan elemen implementasinya. Unsur pertama adalah proses
manajemen yang dikenal siklus PDCA (Plan – Do – Check – Action) merupakan motor
penggerak bagi elemen-elemen SMK3 dalam perusahaan. Proses manajemen K3 dalam
model SMK3 ini terdiri dari 5 tahapan proses yaitu:
1.
Landasan Strategis
2.
Perencanaan K3
3.
Implementasi dan Operasi
4.
Pemantauan dan Pengukuran
5.
Tinjau Ulang
Unsur
kedua adalah elemen implementasi yang merupakan landasan operasional K3 yang
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan, sifat operasi dan kompleksitas
perusahaan. Elemen implemenatasi sangat beragam dan berbeda antar perusahaan.
Elemen ini bersifat esensial dan generic dalam SMK3 yaitu:
1.
Komitmen, kepemimpinan dan
kebijakan
2.
Organisasi, sumber daya dan
dokumentasi
3.
Manajemen resiko
4.
Pengendalian operasional
5.
Pelatihan, kompetensi dan
kepedulian
6.
Komunikasi dan informasi
7.
Manajemen krisis dan tanggap
darurat
8.
Penyelidikan insiden dan
tindakan perbaikan
9.
Pemantauan, pengukuran dan
evaluasi
10. Tinjau ulang manajemen
1.3 Manajemen Krisis dan
Tanggap Darurat
Bagaimanapun baiknya standar keselamatan di lingkungan
perusahaan, tidak menjamin bahwa perusahaan akan bebas kecelakaan dan kejadian
lainnya yang tidak diinginkan. Di dalam K3 digunakan filosofi “Plan for the
best, but prepare for the worst”. Di dalam SMK3, disyaratkan agar perusahaan
mengembangkan dan menjalankan sistem manajemen keadaan darurat yang mencakup:
·
Indentifikasi potensi keadaan
darurat yang dapat terjadi
·
Penerapan penanggulangan
keadaan darurat yang efektif
Langkah
pertama yang perlukan untuk mengelola keadaan darurat adalah melakukan
indetifikasi semua potensi keadaan darurat yang dapat terjadi di dalam operasi
perusahaan, beberapa contoh keadaan darurat yang mungkin terjadi:
·
Kebakaran dan peledakan
·
Semburan liar
·
Tumpahan minyak
·
Kegagal tenaga (Listrik, air
pendingin, dsb)
·
Bencana alam
Keadaan
darurat suatu perusahaan atau lokasi berbeda dengan perusahaan lain, karena itu
harus dikembangkan secara spesifik. Sebagai contoh pengembangkan sistem tanggap
darurat dalam keadaan onshore sangat
berbeda dengan offshore Semua potensi
kedaan darurat tersebut harus diindentifikasi yang memuat antara lain:
·
Jenis keadaan darurat yang
dapat terjadi
·
Sumber keadaan darurat
·
Skala keadaan darurat yang
dapat timbul
·
Potensi dampa yang
ditimbulkan
·
Ketesediaan sumber daya
penangulanggan
·
Keterbatasan dalam
penangulangan
·
Keterampilan petugas
penangulangan
Keadaan
darurat tidak terjadi setiap saat, karena itu sering kurang dapat perhatian.
Sistem tanggap darurat yang telah disusun harus dijalankan dengan baik dan
konsisten, misalnya dengan melakukan latihan berkala, pengujian semua peralatan
dan melakukan audit kesiapan dalam tanggap darurat.
1.4 Penyelidikan Insiden
dan Tindakan Perbaikan
Penyelidikan insiden merupakan mata rantai penting dalam
sistem manajemen K3. Penyelidikan insiden merupakan salah satu alat (tool) untuk mencegah kecelakaan atau
meningkatkan sistem K3 dalam perusahaan, Kecelakaan adalah idikasi adanya
ketimpangan dalam proses manajemen di dalam perusahaan, baik berkaitan dengan
unsur manusia, sistem dan prosedur, peralatan, dan manajemen.
Dengan demikian, program penyelidikan insiden akan dapat
berjalan dan didukung oleh semua pihak. Untuk memperoleh manfaat optimal, perusahaan
harus memiliki sistem atau prosedur mengenai penyelidikan insiden yang akan
menjadi acuan dalam proses penerapannya. Prosedur ini sekurangnya memuat hal
sebagai berikut:
·
Kewajiban semua pihak untuk
melapor setiap kejadian bagaimanapun kecilnya
·
Ketentuan mengenai
penyelidikan insiden
·
Sistem penyelidikan dan
pelapor
·
Tindak lanjut hasil
penyelidikan insiden
Tidak
seluruh kejadian perlu diselidiki dengan cara dan kedalaman yang serupa, untuk
itu perusahaan harus menetapkan pedoman untuk menentukan kejadian apa saja yang
harus di investigasi, pelaksana investigasidan kedalamannya. Untuk
kejadian-kejadian yang tidak menimbulkan dampak serius penyelidikan mungkin
cukup dilakukan oleh pengawas setempat atau pengawas K3. Namun untuk kejadian
yang memiliki dampak luas, menimbulkan korban atau kerusakan besar perlu
dilakukan penelitian mendalam oleh tim khusus yang melibatkan semua unsur
terkait.
1.5 Pemantauan,
Pengukuran, dan Evaluasi
Organisasi harus mengukur apa yang sedang mereka lakukan
untuk menerapkan kebijakan K3, untuk menilai bagaimana efektifitas mereka
mengendalikan risiko, dan seberapa baik mereka mengembangkan budaya K3 positif.
Tingkat kecelakaan yang rendah selama suatu periode bertahun-tahun, bukan
jaminan bahwa pencegahan dan pengendalian risiko telah dan tidak akan
mendatangkan cedera, gangguan kesehatan atau kerugian di waktu yang akan
dating. Ini terutama berlaku dalam perusahaan dimana kemungkinan kecelakaannya
rendah, namun potensi bahaya masih tergolong tinggi.
Indikator dan pengukuran kinerja merupakan aspek penting
dalam setiap sendi kehidupan sehari-hari. Indikator dan ukuran kinerja menjadi
masukan bagi kita dalam menjalankan kegiatan. Tujuan indikator dan ukuran
kinerja adalah:
·
Untuk mengetahui apa yang
terjadi di sekitar kita
·
Untuk menilai bagaimana hasil
yang dicapai
·
Mengetahui apa yang terjadi
pada saat ini
· Sebagai rambu peringatan
untuk menunjukkan adanya bahaya atau masalah yang perlu diperbaiki
Sistem
pengendalian aktif memberikan masukan bagi perusahaan tentang kinerjanya
sebelum suatu kecelakaan, insiden atau penyakit akibat kerja. Pemantauan ini
mencakup pencapaian sasaran dan rencana kerja khusus, operasional dari sistem
manajemen K3 dan pemenuhan terhadap standar kinerja yang ditetapkan. Perusahaan
perlu menentapkan lingkup tanggung jawab untuk melakukan pemantauan disetiap
level manajemen dan bagaimana rinciannya pada masing-masing level. Hal ini
tercermin dari struktur organisasi perusahaan.
Berbagai betuk dan tingkat
pemantauan aktif antara lain:
·
Prosedur rutin untuk
memonitor sasaran tertentu, misalnya laporan atau hasil triwulan atau bulanan.
·
Penilaian berkala untuk
memeriksa apakah sistem yang berkaitan dengan promosi budaya K3 telah terenuhi.
·
Pemeriksaan tempat kerja,
fasilitas dan peralatan yang sistematis oleh pihak terkait, untuk memastikan
bahwa tindak pencegahan yang efektif telah dilaksanakan di tempat kerja.
·
Pemantauan lingkungan dan
survei kesehatan untuk memeriksa sistem pengamannya telah efektif dan untuk
mendeteksi adanya gangguan-gangguan terhadap kesehatan.
·
Observasi langsung secara
sistematik ke tempat kerja untuk memantau perilaku dan pemenuhan standarm
peraturan khususnya yang berkaitan dengan pengendalian bahaya.
·
Penerapan sistem audit.
Keberhasilan
dalam implementasi sistem manajemen K3 tidak akan dapat diketahui tanpa
melakukan audit. Hasil audit akan memberikan informasi yang jelas mengenai
pencapaian program kerja dam implementasi sistem manajemen K3 di perusahaan.
Tujuan utama audit adalah untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan yang ada di
dalam perusahaan dibandingkan dengan tolak ukur atau acuan baku.
Perusahaan sering mengabaikan pentingnya audit K3, mereka
lebih menaruh perhatian terhadap audit keuangan, operasi lingkungan atau mutu.
Audit yang berkaitan dengan keuangan umumnya mendapat perhatian dan mendapat
prioritas dalam penanganannya. Untuk keberhasilan K3, seharusnya manajemen juga
memberikan perhatian serupa terhadap audit K3.
Tujuan audit antara lain:
·
Memastikan bahwa semua
pengaturan manajemen telah tersedia.
·
Sistem pengendalian bahaya
telah tersedia dilaksanakan dan dipelihara.
·
Memastikan bahwa semua
persyaratan perundangan telah terpenuhi.
Di dalam melaksanaka audit,
Auditor memperoleh indormasi dari 3 sumber berikut:
1.
Wawancara individu. Untuk
mendapat informasi mengenai proses dan pelaksanaan SMK3, presepsi pengetahuan,
pemahaman, pelaksanaan kerja, kemampuan dan kompetensi dari para menejer dan
pekerja di semua lebel dalam perusahaan.
2.
Pemeriksaan dokumen. Untuk
menilai catatas sistem pengendalian bahaya standar kinerja, prosedur, petunjuk
kerja untuk kelengkapannya, akurasi dan kualitasnya dikatikan dengan sistem
pengendalian bahaya di dalam perusahaan.
3.
Peninjauan lapangan untuk
memerikas kondisi fisik dan lingkungan kerja, melakukan vrifikasi dengan
persyaratan yang berlaku, memeriksa implementasi dan efektifitas sistem
pencegahan kecelakaan dalam perusahaan.
1.6 Peninjauan Kinerja
Peninjauan kinerja K3 adalah proses aktif untuk melihat dan
mengetahui apakah sasaran kinerja yang ditetapkan telah tecapai, dan mengambil langkah
yang diperlukan untuk memperbaikinya.
Sumber informasi utama diperoleh dari aktivitas
pengukuran dan audit K3 menyangkut sistem pengendalian risiko dan tindakan
pencegahaannya faktor lain yang dapat mempengaruhi kinerja K3 adalah aspek
internal dan eksternal perusahaan misalknya akibat adanya perubahan kebijakan
perusahaan yang mengakibatkan rencana kerja tetunda, ketersediaan biaya,
perubahan dalam perundang, perkembangan teknologi dan sebagainya.
Tinjau ulang manajemen ini merupakan kesempatan bagi
manajemen untuk menilai apakah penerapan K3 dalam perusahaan telah berjalan
sesuai dengan harapan (ekspekatasi) yang telah ditetapkan. Hal penting untuk
menjamin keberhasilan tinjauan manajemen ini adalah:
1.
Adanya prosedur yang jelas
mengenai proses tinjau ulang manajemen.
2.
Keterlibatan aktif manajemen
puncak dalam forum tinjau ulang (tidak sekedar diwakilkan).
3.
Agenda tinjau ulang manajemen
yang jelas dan terarah misalnya:
·
Hasil audit SMK3 internal
atau eksternal
·
Kinerja K3 dibanding dengan
sasaran dan target yang ditetapkan
·
Kendala yang dihadapi dalam
pencapaian sasaran atau target
·
Peraturan perundangan yang
berpengaruh terhadap bisnin perusahaan
·
Strategi bisnis perusahaan
·
Kebijakan manajemen di
berbagai bidang yang memiliki dampak K3
·
Klain dari pihak luar
(Konsumen, Mitra kerja, Masyarakat luas)
Hasil
tinjau ulang yang baik akan membawa pengaruh terhadap kebijakan K3 berikutnya,
khususnya dalam menetapkan sasaran dan program kerja yang akan dilakukan untuk
mencapai kebijakan yang baru.